Category: Signal Transduction

Reseptor serin kinase yang mengaktifkan Smad

  • Superfamili transforming growth factor β (TGF-β) mencakup sejumlah molekul sinyal ekstraselular yang berperan luas dalam perkembangan.
  • Monomer TGF-β disimpan sebagai bentuk tidak aktif pada permukaan sel atau pada ECM. Lepasnya monomer aktif (misal karena peregangan mekanis pada prodomain atau pemotongan protease) dapat menginisiasi pensinyalan TGF-β.
  • Reseptor TGF-β mencakup 3 jenis yaitu RI, RII, RIII. Pengikatan anggota superfamili  TGF-β pada reseptor kinase RII memungkinkan RII untuk memfosforilasi domain sitosolik reseptor RI dan mengaktifkan aktivitas kinase serine/treonin intrinsik. RI selanjutnya memfosforilasi R-Smad, memamaparkan sebuah sinyal lokalisasi inti.
  • Setelah terfosforilasi, R-Smad berikatan dengan co-Smad, menghasilkan kompleks berpindah ke inti, tempat kompleks berinteraksi dengan beragam faktor transkripsi untuk mendorong ekspresi gen target.
  • Kompleks Smad3/Smad4 menginduksi gen berbeda pada sel berbeda dengan pengikatan urutan DNA pengatur pada situs sebelahnya dari master faktor transkripsi spesifik sel yang diduduki
  • Pensinyalan TGF-β umumnya menghambat proliferasi sel. Hilangnya berbagai komponen jalur pensinyalan berkontribusi pada proliferasi sel abnormal dan malignansi.
  • Onkoprotein (seperti Ski dan SnoN) dan I-Smad (seperti Smad 7) beraksi sebagai regulator negatif dari pensinyalan TGF-β dengan menghambat transkripsi yang diperantarai oleh kompleks Smad2/3/Smad4.

Ref. Lodish 16.1, p. 726

Hilangnya pensinyalan TGF-β dan kanker

  • Hilangnya pensinyalan TGF-β bermain peran dalam tahap awal perkembangan banyak kanker.
  • Banyak tumor manusia mengandung mutasi tidak aktifnya reseptor TGF-β dan protein Smad dan hal itu membuat kebal terhadap penghambatan pertumbuhan oleh TGF-β.
  • Kebannyakan kanker pankreas misalnya, mengandung delesi pada gen yang menyandi Smad4 dan ini tidak dapat mendorong penghambatan siklus sel dalam merespon TGF-β. Sebenarnya, Smad4 awalnya dikenal dengan DPC (deleted in pancreatic cancer).
  • Retinoblastoma, kanker kolon and gastrik, hepatoma, dan beberapa keganasan sel T dan sel B juga tidak responsif pada penghambatan pertumbuhan TGF-β. Hilangnya respon ini berkaitan dengan hilangnya reseptor TGF-β jenis I atau II. Menariknya, dengan mengembalikan protein yang hilang, bisa mengembalikan pula responsifnya.
  • Mutasi pada Smad2 juga umum terjadi pada beberapa jenis tumor manusia.

Ref. Lodish 8th edition 16.1. page 725

Stem cells: A pivotal piece of the reprogramming process

A biochemical signature for cellular ‘reprogramming’ could offer a helpful tool for researchers working in regenerative medicine. By forcing adult cells to express a key set of proteins, scientists can transform them into a state resembling embryonic stem cells. This process is notoriously inefficient.

Researchers led by Tae-Hee Lee at Sejong University and Myung-Kwan Han at Chonbuk National University Medical School in South Korea have developed a cellular model that allowed them to identify barriers to reprogramming. They learned that a signaling molecule called ERK can block the stem cell transition early on.

One protein responsible for cellular reprogramming, Myc, acts to inhibit ERK. The researchers identified a second protein in the ERK pathway which also interferes with reprogramming. They conclude that any cell reprogramming protocol must efficiently shut down this pathway to succeed.

Referensi

Nature 2018

Identifikasi thioredoxin-interacting protein (TXNIP) sebagai target hilir untuk aksi IGF1

Steven A Rosenzweig

Accumulating epidemiologic evidence derived from patients with Laron syndrome (LS) indicates that these patients have a reduced risk for cancer due to lack of functional growth hormone receptors (GHRs). This is thought to be caused by a deficiency in insulin-like growth factor-1 (IGF-1) levels {1} and an absence of IGF-1 receptor (IGF-1R) signaling. Genome-wide association studies further demonstrated that patients with LS exhibited differential regulation of genes that impact metabolic pathways and may provide insight into how they are protected from cancer. In particular, thioredoxin-interacting protein (TXNIP), a thioredoxin (TRX)-binding protein that is involved in redox signaling {2}, inhibits cell proliferation and is a known tumor suppressor frequently silenced in cancer. Based on this information, Nagaraj and coworkers explored the hypothesis that TXNIP is a downstream target of IGF-1/IGF-1R signaling. To this end, they demonstrated that TXNIP expression levels are decreased by IGF-1 treatment, consistent with a model whereby the loss of TXNIP is responsible for the anti-apoptotic action of IGF-1. The authors therefore posit that elevated levels of TXNIP in LS patients may be responsible for protection against cancer in this population and that TXNIP may serve as a future biomarker enabling prediction of a response to IGF-1R inhibition or for monitoring IGF-1R inhibitor therapy.

References

  1. Congenital IGF1 deficiency tends to confer protection against post-natal development of malignancies.Steuerman R, Shevah O, Laron Z.  Eur J Endocrinol. 2011 Apr; 164(4):485-9 PMID: 21292919 DOI: 10.1530/EJE-10-0859
  2. Identification of signaling pathways associated with cancer protection in Laron syndrome.Lapkina-Gendler L, Rotem I, Pasmanik-Chor M, Gurwitz D, Sarfstein R, Laron Z, Werner H.  Endocr Relat Cancer. 2016 May; 23(5):399-410PMID: 27090428 DOI: 10.1530/ERC-16-0054

 

Giovanni Tulipano

Genome-wide association analysis on patients with Laron Syndrome, a rare disease caused by primary growth hormone (GH) resistance, and preclinical studies on gene expression using cultured cells and transgenic mice led the authors of this interesting article to the identification of thioredoxin-interacting protein (TXNIP) as an important target of insulin-like growth factor-1 (IGF-1) and insulin signalling pathways.

Both hormones can suppress TXNIP expression. This protein, an alpha-arrestin family member, has a role in the regulation of cellular bioenergetics, i.e. red-ox activity and adaptive responses to changes in glucose availability, but it is also believed to act as a tumor suppressor. The authors remarked on a possible role of TXNIP suppression in the increased risk of cancer development related to elevated levels of circulating IGF-1 and suggested TXNIP expression levels as a predictive biomarker of the sensitivity of tumor cells to IGF-receptor blockade. Actually, as to the second item, also in agreement with the data shown in the article, it would be necessary to take possible interfering activities of glucose and insulin on TXNIP expression into account. Finally, it would be interesting to consider possible implications of altered TXNIP expression in terms of links between insulin resistance, hyperinsulinemia and sustained hyperglycemia and the development of some specific forms of malignancies.

Reseptor EGF: pensinyalan, fosforilasi, ubiquitinilasi, dan endositosis pada tumor in vivo

Hasil penelitian yang dijelaskan dalam artikel ini sangat mengesankan dan penting karena mengklarifikasi beberapa masalah utama yang tak terselesaikan untuk memahami mekanisme pensinyalan melibatkan reseptor EGF.

Dari artikel, ada dua hal paling menarik bagi Kusumi yaitu:

  1. konsentrasi ligan EGFR (yang memiliki afinitas setinggi EGF, di antara tujuh ligan) pada tumor (tumor xenografts) ditemukan lebih dulu, dan konsentrasinya rendah (17-100 pM)
  2. jalur Ras-ERK1/2, dan bukan jalur PLCgamma1, STAT3, Akt, dan SFK, merupakan poros sinyal utama yang diaktifkan oleh ligan pikomolar EGFR.

Hasil ini bersama dengan hasil lain yang ditunjukkan dalam artikel ini menunjukkan bahwa sekelompok kecil EGFR aktif cukup untuk mendorong tumorigenesis yang bergantung pada EGFR dengan memberi sinyal terutama melalui jalur Ras-MAPK.

Hasil ini akan menjadi sangat penting untuk memajukan bidang penelitian EGFR, pengembangan dan pengobatan kanker. Bacaan yang dianjurkan juga adalah artikel WAJIB dalam jurnal yang sama yang ditulis oleh H. Steven Wiley, yang berjudul “How low can you go?” {1}.

Referensi

EGF receptor signaling, phosphorylation, ubiquitylation and endocytosis in tumors in vivo [eLife]

Kusumi A: F1000Prime Recommendation of [Pinilla-Macua I et al., elife 2017, 6]. In F1000Prime, 01 Feb 2018; DOI: 10.3410/f.732342156.793542057. F1000Prime.com/732342156#eval793542057

How low can you go? Wiley HS. Elife. 2018 Jan 04; 7. PMID: 29300164 DOI: 10.7554/eLife.33604

Pensinyalan Wnt memicu lepasnya faktor transkripsi dari kompleks protein sitosolik

Apa yang terbayang kalau mendengar kata Wnt signaling? Ya, KANKER.

Pensinyalan hiperaktif yang menyimpang terlibat dalam progresi banyak kanker, dan lebih dari 90% kanker kolon manusia menunjukkan hiperaktivitas dari jalur pensinyalan Wnt pada level beta-catenin yang tinggi.

Apa dan bagaimana pensinyalan Wnt, dan nyambung ke kanker seru kali ya. Yuk kita bahas.

Kembali ke sejarah ditemukannya gen ini, yaitu pada tikus gen Wnt-1 ada insersi genome MMTV (mammary tumor virus), dampaknya promoter LTR retrovirus mengaktifkan ekspresi yang tidak tepat dari gen Wnt-1.

Seru juga kali ya kalo bahas asal nama Wnt ini. Wnt adalah peleburan dari:

  • W : wingless, berkaitan dengan gen lalat, dengan
  • int : integrasi retrovirus ada tikus.

Selanjutnya loncat ke Wnt pada manusia yuk.

Genom manusia menyandi 19 protein Wnt berbeda, dan peran protein ini beragam pada manusia:

  • proses perkembangan: perkembangan otak, penentuan pola anggota tubuh, organogenesis
  • pembentukan tulang yaitu terlibat dalam pembentukan osteoblasts (sel pembentuk tulang)
  • proliferasi banyak jenis sel punca dan dalam aspek lain perkembangan

berlanjut

Referensi

Biomol Lodish 8th Edition

 

Jalur pensinyalan yang dikendalikan oleh ubiquitinilasi dan degradasi protein

Jalur pensinyalan yang dikendalikan oleh ubiquitinilasi dan degradasi protein

Pada kebanyakan jalur sinyal, sifatnya adalah reversibel dan untuk turn off-nya relatif cepat dengan cara menghilangkan sinyal ekstraseluler.

Nah, ternyata ada juga pensinyalan yang tidak sesederhana itu, alias tidak reversibel sehingga penghentiannya melalui ubiquitinasi dan kemudian pemecahan faktor transkripsi atau inhibitor faktor transkripsi tertentu. Termasuk dalam kelompok ini adalah pensinyalan Wnt dan Hedgehog (Hh).

Pensinyalan Wnt dan Hh berbeda dalam hal reseptor dan protein signalingnya, namun memiliki beberapa kesamaan:

  • Pada kondisi istirahat, faktor transkripsi pada kedua jalur di ubiquitinilasi dan ditargetkan untuk pemecahan proteolisis, dan menjadi tidak aktif.
  • Aktivasi tiap jalur melibatkan pembongkaran dari kompleks protein sitosolik besar, penghambatan ubiquitinilasi, dan pelepasan faktor transkripsi aktif.
  • Kinase berperan pada kedua jalur, misalnya glycogen synthase kinase 3 (GSK3).

Bagaimana dengan pensinyalan NF-kB, bukankah dia juga ada proses ubiquitinasinya juga?

Pada kasus jalur NF-kB, bukan faktor transkripsi-nya yang diubiquitin tapi justru inhibitor faktor transkripsinya, yaitu IKB. Pada kondisi istirahat, faktor transkripsi NF-kB terikat dengan IKB di sitosol. Ketika ada picuan mengakibatkan ubiquitinasi dari IKB dan degradasinya, NFkB nya “ucol” (lepas) dan bisa mengaktifkan gen target dalam merespon picuan.

Ini gambaran umum tentang jalur pensinyalan yang dikendalikan oleh ubiquitinilasi dan degradasi protein. Selanjutnya pembahasan masing-masing dari ketiga jalur di atas, akan ditulis di postingan berikutnya. Sabar ya….

Image: https://www.mycancergenome.org/content/molecular-medicine/pathways/protein-degradation-ubiquitination

Aktivitas snail tergantung pada Wnt (J Biol Chem, 2005)

Snail memainkan peran kunci dalam regulasi transisi epitelial mesenkim (EMT). Snail adalah represor untuk transkripsional E-cadherin. Studi ini menunjukkan bahwa, seperti beta-catenin, Snail juga berfungsi sebagai substrat glikogen sintase kinase 3 beta (GSK3beta), menghasilkan ubiquitination dan degradasi.

Aktivasi pensinyalan Wnt menstabilkan Snail, selain beta-catenin, yang menghasilkan aktivasi program transkripsi snail dan EMT yang didorong snail.

Referensi

Yook JI, Li XY, Ota I, Fearon ER, Weiss SJ. Wnt-dependent regulation of the E-cadherin repressor snail. J Biol Chem. 2005 Mar 25;280(12):11740-8. Epub 2005 Jan 11.

F1000Prime Recommendations, Dissents and Comments for [Yook JI et al., J Biol Chem 2005280(12):11740-8]. In F1000Prime, 05 Jul 2017; F1000Prime.com/1024787

β-arrestin, reseptor β2 adrenergik, ERK

Beta-arrestin, walaupun sering mendengarnya namun baru tertarik untuk mempelajari lebih dalam setelah diskusi dengan para senpai kemarin sore. Beta-arrestin akan direkrut ketika reseptor difosforilasi oleh GRK (GPCR kinase), selanjutnya berikatan dengan reseptor pada bagian C-terminal dan mengakibatkan desensitasi reseptor dan mendorong internalisasi melalui clathrin-coated pits. Beta-arrestin pada mekanisme terminasi sinyal protein G ini sudah well-established, namun adakah peran lain dalam hal inisiasi sinyal yang menstimulasi ERK?

Pada tahun 2006, group Lefkowitz melaporkan bahwa reseptor adrenergik beta-2 mengaktifkan jalur ERK/MAPK via mekanisme independent protein G, yaitu melibatkan GRK5/6 dan beta-arrestin. Penelitian ini mengubah paradigma bahwa beta-arrestin tidak hanya “bertuan” pada 7TM reseptor saja, sebagai molekul transduser, namun juga memiliki peran yang lebih luas dalam pensinyalan sel.

Tahun 2017 ini, group Gutkind melaporkan hal kontroversial tentang peran beta-arrestin dalam pensinyalan ERK. Mereka menggunakan reseptor adrenergik beta-2 sebagai model, untuk analisis bias sinyal downstream dari GPCR. Reseptor adrenergik beta2 utamanya berikatan dengan Gs untuk menghasilkan akumulasi cAMP dan mendorong banyak peran fisiologis akibat aktivasi reseptor ini.

Beta-arrestin berperan dalam internalisasi reseptor, namun juga diajukan mendesensitasi sinyal reseptor adrenergik dan secara bersamaan menginisiasi sinyal ERK bergantung pada beta-arrestin. Seperti yang sudah disebutkan di atas, bahwa aktivasi ERK bisa terjadi tidak tergantung pada cAMP, tapi diajukan melalui perekrutan beta-arrestin. Nah, ceritanya mereka “menantang” apakah benar beta-arrestin benar-benar dibutuhkan untuk aktivasi ERK? Ataukah melalui jalur yang lain, lalu pakai jalur apa? Inilah pertanyaan besar yang ingin mereka jawab.

Mereka “memberdayakan” sel HEK293 yang diturunkan beta-arrestin-nya baik menggunakan siRNA juga KO CRISPR Cas 9. Mereka mendapati bahwa aktivasi reseptor adrenergik beta-2 bisa mengaktifkan ERK, meskipun tanpa adanya beta-arrestin1 dan beta-arrestin2. Hal ini menunjukkan beta-arrestin tidak diperlukan untuk aktivasi ERK. Lalu lewat jalur mana ya?

Mereka menunjukkan bahwa internalisasi reseptor beta2-adrenergik tidak diperlukan untuk aktivasi ERK dan aktivasi ERK meningkat pada sel KO beta arrestin. Hal ini memberikan gagasan bahwa beta-arrestin mencegah aktivasi ERK dan akumulasi cAMP diinisiasi reseptor adrenergik beta2.

Ada banyak rute ke aktivasi ERK di bagian hilir GPCR yang bisa melibatkan sinyal Gq atau Gbeta / gamma. Untuk reseptor tergandeng Gs, mekanisme aktivasi ERK berbasis PKA telah dilaporkan. Sistem aktivasi ERK yang beroperasi mungkin sangat bergantung pada konteks seluler dan GPCR spesifik. Peringatan potensial dari penelitian ini adalah bahwa semua pekerjaan dilakukan dalam sistem sel HEK yang telah diubah dan dengan satu GPCR tunggal, walaupun, seperti yang dibahas di koran, ada bukti dari laboratorium lain yang mengerjakan reseptor Gs lain yang beta-arrestin tidak diperlukan untuk aktivasi ERK. Bagaimana sistem ini beroperasi di lingkungan sel asli dengan GPCR ini dan lainnya akan menarik untuk dijelajahi.

Pada akhirnya, mereka menemukan bahwa aktivasi ERK ini bergantung pada subunit protein Gbeta/gamma dan berikutnya melalui src.

 

Referensi

Shenoy SK, Drake MT, Nelson CD, Houtz DA, Xiao K, Madabushi S, Reiter E, Premont RT, Lichtarge O, Lefkowitz RJ. beta-arrestin-dependent, G protein-independent ERK1/2 activation by the beta2 adrenergic receptor. J Biol Chem. 2006 Jan 13;281(2):1261-73. Epub 2005 Nov 9.

Tentang NF-kappa B

Faktor transkripsi NF-kB adalah protein terkenal dan saking terkenalnya sampai pusing mempelajarinya. Tapi kalo basic signalingnya kudu faham dong, misal dia membentuk dimer di sitoplasma, dalam bentuk tidak aktif karena terikat IkB, dan kalo IkB difosforilasi oleh IKK maka NF-kB jadi bebas dan aktif; nah untuk bagian ini kudu tau.

Suatu pagi buka2 facebook dari Nature Reviews Immunology, dia ngeluarin artikel baru berjudul The non-canonical NF-kB pathway in immunity and inflammation. Seru juga bagian introduction-nya, banyak hal yang tidak saya tahu, dan saya tulis di sini. Mari kita gali lebih dalam tentang faktor transkripsi ini.

Famili NF-kB terdiri dari 5 anggota yaitu NF-kB1 p50, NF-kB1 p52, RELA (p65), RELB, dan c-REL. NF-kB1 p50 dan NF-kB1 p52 dihasilkan dalam bentuk protein prekursor yaitu masing-masing p105 dan p100; keduanya memiliki region IkB homolog pada C-terminal. Pembentukan NF-kB1 p50 dan NF-kB1 p52 matang dilakukan dengan cara degradasi bagian C-terminal tersebut yang dilakukan oleh proteasom; dinamakan pemprosesan p100 atau pemprosesan p105. Pemprosesan p105 adalah konstitutif, namun pemprosesan p100 diatur dengan ketat.

Aktivasi NF-kB terjadi melalui 2 jalur signaling utama: jalur sinyal NF-kB kaninikal dan non-kanonikal. Jalur kanonikal memediasi aktivasi NF-kB1 p50, RELA, dan c-Rel; sehingga dinamakan anggota famili NF-kB kanonikal. Jalur NF-kB non-kanonikal secara selektif mengaktifkan anggota NF-kB yang terikat p100, utamanya adalah NF-kB p52 dan RELB; selanjutnya dinamakan anggota famili NF-kB non-kanonikal.