Category: Tumor Immunology

Penghambatan Pi3kδ meningkatkan kebugaran antitumor dari sel T CD8 + yang ditransfer secara paksa

Bagaimana mekanisme aksi idelalisib?

Idelalisib merupakan suatu molekul kecil penghambat dari fosfatidilinositol 3-kinase isoform delta (PI3Kδ),  yang diekspresikan sangat tinggi pada sel B limfoid ganas. Penghambatan PI3Kδ menyebabkan apoptosis sel tumor ganas. Selain itu, idelalisib menghambat beberapa jalur sinyal, termasuk reseptor sel B, CXCR4 dan CXCR5 yang dapat memainkan peran penting dalam patofisiologi CLL.

Ref

Furman RR, Sharman JP, Coutre SE, Cheson BD, Pagel JM, Hillmen P, dkk. 2014. Idelalisib and rituximab in relapsed chronic lymphocytic leukemia. N Engl J Med. 370(11):997-1007.

 

Bagaimana komentar David Fruman di f1000?

Idelalisib (CAL-101, GS-1101) is a selective PI3K-delta inhibitor that is FDA approved for the treatment of relapsed chronic lymphocytic leukemia (CLL) in combination with rituximab. Some of the drug’s efficacy stems from displacement of leukemia cells from the protective niche in lymphoid organs. However, it has been suggested that idelalisib also promotes anti-tumor immunity by remodeling T cell differentiation in the microenvironment. This idea is supported by genetic studies of PI3K-delta knock-in mutant mice that are resistant to tumor growth due to impaired Treg function {1}. While PI3K-delta inhibition inhibits CD8 effector differentiation, the effect on CD8 T cell memory is unclear. In this study, Bowers et al. test the hypothesis that CAL-101 treatment promotes CD8 T cell memory. By ex vivo treatment of mouse transgenic T cells and human CAR-T cells, they show that CAL-101 expands central memory T cells that provide better tumor control after adoptive transfer to tumor-bearing recipient mice. RNA-seq studies reveal that CAL-101 treatment upregulated expression of Tcf7, a transcription factor associated with stem memory phenotype, and downregulates the Klf4 transcription factor that restricts memory function. Overall, this study provides novel insights into the unexpected immune-stimulating potential of PI3K-delta inhibition.

References

  1. Inactivation of PI(3)K p110δ breaks regulatory T-cell-mediated immune tolerance to cancer.Ali K, Soond DR, Pineiro R, Hagemann T, Pearce W, Lim EL, Bouabe H, Scudamore CL, Hancox T, Maecker H, Friedman L, Turner M, Okkenhaug K, Vanhaesebroeck B.  Nature. 2014 06 19; 510(7505):407-411 PMID: 24919154 DOI: 10.1038/nature13444
Dampak jalur onkogenik terhadap penghindaran respons kekebalan antitumor

Dampak jalur onkogenik terhadap penghindaran respons kekebalan antitumor

  • Infiltrasi sel T ke dalam lingkungan mikro tumor (TME) merupakan fitur penting untuk aktivitas terapeutik dari terapi immune checkpoint inhibitor (ICI).
  • Sementara aktivasi sel T dapat dipengaruhi dengan berbagai cara, sinyal onkogenik di dalam sel tumor berpotensi untuk memperantari eksklusi sel T dari lingkungan mikro tumor.
  • Beberapa jalur onkogenik, seperti aktivasi WNT-β-catenin dan MYC, memperantarai gagalnya perekrutan sel T melalui gagalnya akumulasi atau aktivasi sel penyaji antigen (APC).
  • Dalam kompartemen APC, sel dendritik yang digerakkan oleh faktor transkripsi basic leucine zipper transcriptional factor ATF-like 3 (BATF3) tampaknya sangat penting untuk priming sel T CD8+ spesifik tumor.
  • Jalur pensinyalan onkogenik lainnya, seperti hilangnya fungsi dari mutasi liver kinase B1 (LKB1), memperantarai perekrutan populasi sel penekan imun, yang pada gilirannya memperantarai pengucilan sel T dari TME.

Glosarium

Terapi pengeblok checkpoint atau immune checkpoint inhibitor (ICI): Termasuk semua terapi bertarget pada molekul penghambat atau jalur yang memperatarai penurunan fungsi sel T dalam lingkungan mikro tumor. Contoh yang paling menonjol adalah antibodi anti- cytotoxic T lymphocyte antigen 4 (CTLA4) dan anti-programmed death receptor 1 (PD1) .

T cell-inflamed
A microenvironment in which CD8+ T cells are found within the tumour mass or the invasive margin of the tumour. T cells produce interferon γ (IFNγ) and other cytokines yet at the same time express immune inhibitory molecules on their surface, including programmed death receptor 1 (PD1).

Non-T cell-inflamed
A microenvironment that is representative of all tumour microenvironments with no evidence of an ongoing CD8+ T cell-driven immune response and lack of expression of key chemokines and cytokines. This group of tumours might be quite diverse.

Basic leucine zipper transcriptional factor ATF-like 3 lineage dendritic cells
(BATF3 DCs): sel yang didefinisikan oleh ekspresi faktor transkripsi BATF3 dan interferon regulatory factor 8 (IRF8). Pada tikus, sel dendritik ini mengekspresikan marker garis keturunan CD8α dan/atau CD102 (aka ITGAE), sedangkan pada manusia, sel mengekspresikan thrombomodulin (TM; aka CD141). Garis keturunan DC memiliki kemampuan untuk presentasi silang antigen ke sel T CD8+.

Pensinyalan onkogenik: Jalur sinyal intrinsik sel tumor dengan suatu kemampuan untuk memperantarai induksi atau progresi tumor dalam sel tumor itu sendiri. Jalur ini sering walau tidak selalu berkaitan dengan mutasi spesifik onkogen atau tumour suppressor genes.

Referensi: 

Impact of oncogenic pathways on evasion of antitumour immune responses [Nature]

Penekanan fase efektor sistem imun pada pasien kanker

Pada pasien kanker, ditemukan sel CD8 dan CD4 spesifik pada darah atau jaringan tumor dan antibodi yang bisa mengenali antigen kanker. Namun, sering hal ini efeknya tidak bermakna secara klinis. Ada beberapa alasan munculnya “immune insufficiency” ini. Biasanya, secara klinik pada tumor advanced, kinetika pertumbuhannya melebihi  kecepatan eliminasi sel tumor oleh mekanisme imunologis. Continue reading “Penekanan fase efektor sistem imun pada pasien kanker”

Infeksi kronis dan karsinogenesis

Infeksi kronis dan karsinogenesis

Apakah ada hubungan infeksi dan kanker? Pertanyaan ini membuat para bingung para peneliti pada abad 18. Abad ini disebut juga sebagai abad kebingungan karena ada tanda-tanda infeksi sebelum menjadi kanker, tapi mekanisme belum diketahui. Barulah pada akhir abad 19 disepakati bahwa kanker bukanlah penyakit infeksius.

Menyusul pada tahun 1910 ada kuman yaitu fowl sarcoma dan Rous sarcoma (1911), diteliti kok bisa menyebabkan kanker. Hal ini membuat gairah penelitian infeksi dan kanker bergelora kembali.

Infeksi, memang bisa menyebabkan kanker. Tapi ada syaratnya yaitu persisten atau aktif kronis. Jadi tidak seperti pada infeksi bakteri E. coli langsung kena diare, pada kanker tidak demikian karena kanker prosesnya kompleks. Kanker biasanya dapat dicegah dengan mencegah infeksi, misal vaksinasi kanker serviks untuk mencegah infeksi Human Papiloma Virus (HPV).

Sebelum membahas lebih jauh, kenalan dulu dengan istilah proto-onkogen dan onkogen, apa bedanya? Proto-onkogen adalah gen-gen yang pada dasarnya dimiliki oleh sel-sel normal dan berfungsi pada proses pertumbuhan sel. Namun, jika proto-onkogen mengalami perubahan/aktivasi dan hasilnya adalah terjadi kerusakan (mutasi/ amplifikasi), inilah yang disebut sebagai onkogen.

Perubahan proto-onkogen menjadi onkogen bisa disebabkan oleh pengaruh dari: mutagen, karsinogen, iradiasi, predisposisi genetik, atau virus. Perubahan ini membuat perubahan fungsi pada seluler dan bisa mengakibatkan keganasan (neoplasma).

Virus terlibat dalam onkogenesis

Sejumlah 15-20% tumor manusia di dunia ini disebabkan oleh virus. Hal-hal yang perlu dicatat: (1) virus bukanlah suatu karsinogen penuh, 2) virus bekerja sebagai inisiator atau faktor pendorong.

Virus tumor dibagi menjadi dua kategori yaitu retrovirus (virus RNA) dan virus DNA. Apa perbedaannya? Virus RNA tidak membawa onkogen, onkogen berasal dari gen seluler inang. Onkogen tersebut terlibat pada signaling mitogenik dan kontrol pertumbuhan. Sedangkan virus DNA adalah menyandi onkogen (milik dia sendiri), penting untuk replikasi virus dan transformasi sel.

Virus RNA, dibedakan lagi menjadi dua yaitu: transforming retrovirus dan non-transforming retrovirus. Bedanya pada transforming retrovirus replikasinya cacat, dan menginduksi terjadinya tumor dalam waktu yang cepat. Sedangkan non-transforming retrovirus, mampu ber-replikasi dan menginduksi tumor dalam waktu yang lama (latensi lebih lama).

Mekanisme non-transforming retrovirus dalam menginfeksi sel tubuh

Non-transforming retrovirus menginfeksi sel-sel normal. Terjadi integrasi DNA virus dekat dengan onkogen seluler, dan ini disebut sebagai provirus dan bisa menginisiasi tumorigenesis. Berikutnya terjadi rekombinasi yang jarang yaitu penangkapan onkogen inang ke genome virus. Hasilnya adalah sel pemproduksi transformed virus (transformed virus-producing cells). Kemudian sel ini membelah banyak dan terjadilah acute transforming virus.

Acute transforming virus menangkap onkogen seluler di gen Gag dan gen Env, hasilnya adalah viral onkogen yang berupa fusi protein. Misal Gag-reseptor tirosin kinase (Kit, Ros, Fms), Gag-serin/treonin kinase (Mil, Raf, Akt), Gag-Gprotein (Ras), Gag-faktor transkripsi (Fos, Jun, Myc), Env-RTK (sea, Mpl, Eyk), Env-serin/treonin kinase (Mos), Env-growth factor (Sis), dan lain-lain. Hasilnya adalah onkogen berikut: fos pada FBJ osteosarcoma virus (FBJ-MSV), jun pada Avian sarcoma virus-17 (ASV-17), myc pada MC29 myelocytoma virus (REV-T), dan lain-lain.

Retrovirus dikaitkan dengan kanker manusia ada dua macam yaitu: Human T-cell leukimia virus type I (HTLV-I) dan Human immunodeficiency virus (HPV). Pada HTLV-I onkogenik proteinnya adalah Tax. Tax bisa menempel pada NF-KB dan SRF (berpengaruh pada aktivasi transkripsional), pada cyclin D3 dan CDK4 (berpengaruh pada progresi siklus sel), dan pada MAD1 (berpengaruh pada instabilitas kromosom).

Virus DNA

Kata kuncinya: dia membawa onkogen miliknya sendiri. Upaya yang dilakukan adalah bisa  masuk ke fase S (menjebol siklus sel dan menyelinap masuk ke fase S), sehingga targetnya adalah protein Rb dan p53. Mengapa kedua protein itu?

Karena kedua protein tadi adalah protein kunci. p53 adalah penjaga gen (guardian gene), dia bisa mengatur p21 yang berperilaku sebagai CKI (CDK inhibitor) yang bisa menginaktifkan kompleks Cyclin-CDK. Apabila p53 diganggu oleh onkoprotein virus, maka kompleks cyclin-CDK akan tetap aktif, hasilnya adalah proliferasi.

Protein kedua, pRB, dia bekerja dengan “mengikat” E2F. E2F adalah faktor transkripsi yang mengatur ekspresi protein-protein yang diperlukan pada fase S. Nah, jika pRB diserang, maka E2F menjadi bebas, dan mengaktifkan G1 ke S (ON).

Beberapa virus yang dikaitkan  dengan kanker: HBV dan HCV- HCC, EBV- Barkitt’s limfoma, Hodgkin’s limfoma, NPC, HPV-cervical cancer, HTLV-I- adult T-cell leukimia, HIV- non Hodgkin limfoma, dll. (note: HBV = hepatitis B virus, EBV = Epstein-barr virus, HPV = human papilloma virus, NPC = nasofaring cancer, HCC = hepatoseluler karsinoma).

Pembentukan tumor konsisten dengan studi epidemiologi bahwa berbagai bentuk imunodefisiensi bawaan dan perolehan dikaitkan dengan peningkatan karena mikroba terutama limfoma, sarkoma Kaposi, dan squamous-cell carcinoma pada kulit, serviks, dan anus. Pada kondisi patologis, Epstein-Barr virus, human Herpes virus-8, dan papilloma virus berfungsi secara langsung sebagai transforming agent.

Mikroba turut berkontribusi dalam kanker manusia. Contoh Helitobacter pylori menginduksi karsinoma gastrik, virus hepatitis B dan C menginduksi HCC. Dalam hal ini patogen menyediakan stimulasi produksi sitokin dan inflamasi, hasilnya adalah kerusakan jaringan. Hepatosit menjadi rusak akibat interaksi Fas-FasL yang menjadi unsur penting dalam transformasi ini. Ketidakseimbangan sitokin dapat memicu progresi dari infeksi kronis ke kanker.

Bacaan lebih lanjut

Hepatitis B virus (HBV), terkait HCC

Epstein-Barr virus (EBV), terkait NPC. Ulasan disertai gambar baca: EBV dan NPC

Human Papilloma Virus (HPV), terkait kanker serviks.

Helicobater pylori (terkait patogenesis kanker gastrik)

 

Referensi

Dranoff G. 2004. Cytokines in cancer pathogenesis and cancer therapy. Nat Rev Cancer. 4(1):11-22.

Frisch SM, Mymryk JS. 2002. Adenovirus-5 E1A: paradox and paradigm. Nat Rev Mol Cell Biol. 3(6):441-52.

Image: http://drjaydavidson.com/know-chronic-infections/

Sitokin dalam patogenesis kanker dan terapi kanker

Sitokin adalah

Gambar 1. Respon imun innate dan adaptif.  Respon imun innate berfungsi sebagai pertahanan pertama terhadap infeksi. Terdiri dari faktor terlarut seperti protein komplemen dan sebaran komponen seluler  terdiri dari granulosit (basofil, eosinofil, dan neutrofil), sel mast, makrofag, sel denderitik, dan sel NK. Respon imun adaptif lebih lambat berkembang, tetapi bermanifestasi sebagai peningkatan spesifisitas antigenik dan memori. Hal ini terdiri dari antibodi, sel B, dan limfosit T CD4+ dan CD8+. Sel NKT dan sel T γδ adalah limfosit sitotoksik yang menjadi irisan antarmuka imunitas bawaan dan adaptif.

Gambar 2

Gambar 3

Gambar 4. Vaksin sel tumor yang mengeluarkan GM-CSF dan pengeblok antibodi CTLA-4 menunjukkan sinergistik antitumor.

Vaksinasi dengan sel tumor iradiasi yang direkayasa untuk mengeluarkan granulocyte-marcrophage colony-stimulating factor (GM-CSF) merangsang infiltrasi sel-sel dendritik (DC), makrofag dan granulosit di lokasi imunisasi. Reaksi seluler terkoordinasi mempromosikan fagositosis efisien debris tumor dengan DC. Selanjutnya menginduksi DC untuk dewasa dan bermigrasi ke kelenjar getah bening regional untuk priming T spesifik tumor dan sel B. Sel T aktif kemudian upregulate CTLA-4, setelah keterlibatan molekul B7, sinyal untuk membatasi ekspansi sel T dan produksi sitokin. Antibodi pengeblok CTLA-4 melemahkan hambatan ini dan dengan demikian menambah proliferasi sel T dan fungsi efektor. Antibodi pengeblok CTLA-4 juga dapat menghambat sel T regulator (yang konstitutif mengekspresikan permukaan CTLA-4) dan dengan demikian mempromosikan perluasan memori sel T spesifik tumor.

Referensi

Dranoff G. Cytokines in cancer pathogenesis and cancer therapy. Nat Rev Cancer. 2004 Jan;4(1):11-22.

Tentang TGF-beta

Transforming growth factor β (TGF-β) berperan penting pada inisiasi dan progresi tumor, dengan fungsinya sebagai supressor dan promoter. Mekanisme yang memperantarai pada dua fungsi ini masih belum jelas. Bagaimana deskripsi lebih detilnya? Mari kita kupas.

Aktivitas TGF-β adalah cukup kompleks pada hubungan antara supresi tumor dan imunosurveilance. TGF-β beraksi sebagai supresi tumor yang efektif pada tahap awal karsinogenesis, namun kemudian setelah perkembangan menunjukkan aktivitas onkogenik dengan dengan mempromosikan invasi dan metastasis.

Ligan TGF-β dan reseptornya banyak diekspresikan pada sel-sel normal, termasuk limfosit dan juga sel-sel tumor. Pada sel normal dan malignan, pengecualian pada fibroblast, TGF-β merupakan inhibitor poten proliferasi sel. TGF-β juga dapat mempromosikan diferensiasi sel dan menginduksi apoptosis. Pada sisi lain aktivitas ini adalah imunosupresif, di sisi lain adalah berfungsi pada tumor supressor.

Namun sayangnya, pada tahap berikutnya perkembangan tumor, sel tumor sering mengatur dirinya untuk menghindar dari penghambatan pertumbuhan dimediasi TGF-β dengan cara meng-inaktivasi mutasi gen reseptor TGF-β atau protein signaling. Pada tahap ini, sel tumor menjadi kambuhan terhadap TGF-β, namun sitokin ini masih menunjukkan sifat imunosupresif dan mengganggu imunosurveilans dan memfasiltasi progresi tumor.

Signaling

Ada 3 ligan TGF-β yaitu TGF-β1, TGF-β2, dan TGF-β3. TGF-β1 merupakan ligan sinyal melalui reseptor TGF-β tipe I dan II (TβRI and TβRII). Setelah TGF-β berikatan dengan reseptor TβRII, kemudian direkrut TβRI, transphosphorylated dan mengaktifkan fosforilasi mediator hilir, Smad2 dan Smad3.

Fosforilasi Smad2 dan Smad3 kombinasi dengan Smad4 memasuki nukleus dan memodulasi transkripsi gen. Smad7 adalah regulator negatif dari jalur pensinyalan Smad.

Terkait dengan pensinnyalan TGFβ–Smad, juga terdapat pensinyalan bone morphology protein (BMP) melalui Smad1, Smad5 atau Smad8 (dinamakan BR-Smads). Ketika terfosforilasi, BR-Smad membentuk kompleks dengan Smad4 dan mengaktifkan atau menekan transkripsi gen target yang penting untuk perkembangan jaringan atau organ.

Selain pensinyalan dimediasi Smad, TGF-β juga mengaktifkan banyak jalur pensinyalan non-kanonikal seperti PI3-kinase, p38 kinase dan small GTPase pathways (RhoA, PKN, dan Rock).

nihms210060f1

Gambar 1. Sinyal ligan TGF-β melalui reseptor TGF-β tipe I dan tipe II. Sinyal kanonikal dilanjutkan dengan fosforilasi Smad2 dan Smad3, yang kemudian dikombinasikan dengan Smad4 untuk memasuki nukleus dan memperantarai penghambatan pertumbuhan. TGF-β yang mengikat reseptornya mengaktifkan banyak jalur sinyal non-kanonikal, termasuk jalur small GTPase (RhoA, PKN, dan Rock), p38 kinase dan PI3 kinase. Jalur ini penting dalam mengatur migrasi sel tumor dan metastasis. Selain itu, sinyal bone morphogenetic proteins (BMPs) melalui SMAD1, SMAD5 atau SMAD8, yang membentuk kompleks dengan SMAD4, yang mengaktifkan atau menekan transkripsi gen yang ditargetkan yang penting untuk pengembangan jaringan dan organ. Smad6 dan Smad 7 adalah mediator negatif dalam jalur pensinyalan TGF-β.

nihms210060f2

Gambar 2. TGF-β beralih dari penekan tumor pada tahap premalignan menjadi promosi tumor pada tahap berikutnya pada proses metastasis. Progresi ke penyakit metastasis secara umum diiringi dengan penurunan atau gangguan responsiveness dari TGF-β dan peningkatan ekspresi atau aktivasi ligan TGF-β. Bila dikombinasikan dengan gangguan genetik atau epigenetik pada sel tumor, bersamaan dengan perubahan pada lingkungan mikro tumor, spektrum respons biologis terhadap TGF-β diubah. EMT: epithelial mesenchymal transition

nihms210060f3

Gambar 3. TGF-β mempengaruhi banyak komponen dalam sistem imun. TGF-β menghambat fungsi sel NK dan CTL, mengeblok “program sitotoksik” protein kunci seperti perforin, granzyme, dan sitotoksin. TGF-β mengingduksi diferensiasi Treg dan Th17 dan menghamabat proliferasi sel B dan sekresi IgA. Selain itu, TGF-β menghambat fungsi sel dendritik, mengeblok makrofag tipe I dan perkembangan neutrofil, namun memicu makrofag tipe II dan neutrofil, dan memerantarai fungsi supresi imun dari MISC.

nihms210060f4

Gambar 4. Regulasi TGF-β dalam lingkungan mikro tumor. (a) Pemain seluler di lingkungan mikro tumor. (b) Mekanisme dari TGFβ signaling yang beralih dari penekan tumor ke promotor tumor. Sinyal TGFβ melalui reseptor tipe II memediasi penghambatan pertumbuhan sel karsinoma. Ketika TβRII di-hapus atau di-downregulasi, hasilnya adalah peningkatan kemokin/pensinyalan reseptor kemokin seperti CXCL1-CXCL5/CXCR2 dan SDF-1-CXCR4. Myeloid dewasa berasal dari inang sel Gr-1+CD11b+ myeloid immature direkrut ke dalam lingkungan mikro tumor melalui mekanisme kemokin. Sel Gr-1+CD11b+ mengekspresikan tingkat tinggi MMPs dan TGFβ1, yang mempromosikan invasi tumor dan penekanan imunitas. Pengaruh sel Gr-1 + CD11b+ pada lingkungan mikro tumor dan imunitas surveilans inang merupakan mekanisme mempromosikan tumor-signaling TGFβ.

Referensi

Yang L, Pang Y, Moses HL. 2010. TGF-beta and immune cells: an important regulatory axis in the tumor microenvironment and progression. Trends Immunol. 31(6):220-7.

Jakóbisiak M, Lasek W, Gołab J. 2003. Natural mechanisms protecting against cancer. Immunol Lett. 90(2-3):103-22.

Lingkungan mikro tumor

Pertumbuhan dan penyebaran kanker tidak hanya melibatkan sel-sel tumor sendiri, tetapi juga sel-sel, jaringan, dan molekul yang lain di lingkungan sekitar tumor. Lingkungan sekitar tumor ini disebut lingkungan mikro tumor (tumor microenvironment). Lingkungan mikro tumor adalah campuran dari molekul matriks ekstraseluler (ECM), sel tumor, sel endotel, fibroblast, dan sel-sel imun.

Penelitian dalam ranah ini bertujuan untuk memahami dasar molekuler dari interaksi sel-sel, sel adhesi, dan migrasi sel, bagaimana proses ini dikendalikan dalam fisiologi normal, bagaimana kontrol ini terganggu pada penyakit, dan bagaimana mengembalikan kontrol normal dengan bahan kimia atau inhibitor biologis.

Kita fahami sekarang bahwa kanker tidak hanya berproliferasi secara otomatis, tetapi tipe sel lain juga ikut terlibat. Sel-sel imun, fibroblast, sel mesenkim khusus, dan mikrovaskulater secara bersama-sama membangun tumour microenvironment dan memiliki interaksi fungsional dengan sel tumor.

#1. Matriks ekstraselular, ECM

ECM adalah matriks yang terdistribusi secara luas permukaan sel transmembran glikoprotein yang merangsang sintesis matriks metaloproteinase (MMP). ECM ditemukan pada level tinggi pada permukaan neoplasma ganas dan mungkin memainkan peran sebagai mediator perilaku sel ganas.

Pertumbuhan tumor dan pembentukan metastasis bergantung pada pertumbuhan pembuluh darah ke dalam massa tumor. Lingkungan mikro tumor berkontribusi terhadap proses angiogenik patologis. ECM dan membran basement merupakan sumber untuk inhibitor angiogenesis endogen, seperti endostatin.

Mau tau lokasi ECM dimana, nih di gambarnya.

Souce image: link

Di sisi lain, banyak molekul ECM dapat mempromosikan angiogenesis dengan menstabilkan pembuluh darah dan eksekusi faktor pertumbuhan pro-angiogenik.

#2 Sel endotel

#3 Fibroblast

Mayoritas sel stroma pada karsinoma adalah fibroblast. Fibroblast adalah sel-sel penghubung jaringan yang mensekresikan matriks ekstraseluler yang kaya akan kolagen dan makromolekul lain. Fibroblast karsinoma terkait menunjukkan fenotipe yang berbeda dari fibroblast normal. Mekanisme bagaimana fibroblast terkait tumor mengatur angiogenesis tidak sepenuhnya diketahui, tetapi mereka diajukan menjadi sumber penting faktor pertumbuhan dan sitokin dalam merekrut sel endotel.

#4 Sel-sel imun

Sel-sel imun tubuh, terutama makrofag dan neutrofil adalah sumber lain untuk kemokin yang mengatur angiogenesis, faktor pertumbuhan, dan protease. Secara keseluruhan, lingkungan mikro tumor adalah jaringan terorganisir kompleks dari berbagai tipe sel dan matriks ekstraseluler yang dapat mengatur saklar angiogenik patologis.

fig1

Gambar 1. Karakteristik jaringan karsinoma.

Lingkungan mikro tumor terdiri atas kompleks ECM dan berbagai jenis sel. Selain sel karsinoma (sel tumor itu sendiri), jug ada sel endotel, fibroblast, dan sel-sel imun, serta molekul matriks ekstraseluler yang berkontribusi pada proses karsinoma. Jaringan tumor ditandai dengan tercukupinya sinyal pertumbuhan dan ketidakpekaan terhadap isyarat anti-pertumbuhan, angiogenesis, inflamasi dan kemampuan untuk invasi sel dan metastasis (ini adalah hallmark of cancer). Jenis-jenis sel berbeda dalam tumor dapat mengeluarkan dan merombak anti-pertumbuhan dan sinyal pertumbuhan, dan menanggapi rangsangan disekresikan oleh sel-sel lain. Yang menciptakan lingkungan yang menguntungkan bagi pertumbuhan tumor dan metastasis. Gambar di atas merupakan modifikasi dari review Hanahan & Weinberg (2011).

fig2

Gambar 2. Ringkasan proses angiogenesis dan molekul dalam lingkungan mikro tumor

Angiogenesis sangat penting untuk perkembangan tumor, tanpa suplai darah yang cukup tumor akan tetap kecil dan tidak aktif. Sel-sel kanker bersama dengan sel imun terkait kanker dan sel fibroblast terkait kanker mengatur produksi dan renovasi protein matriks ekstraseluler, protease, faktor pertumbuhan, sitokin dan kemokin yang dapat mengubah patologis saklar angiogenik dan menghasilkan vaskularisasi dan tumor ganas.

  • Lapisan sel endotel matang dan pembuluh distabilkan oleh pericytes dan dikelilingi dengan membran basement vaskular. Pembelahan hasil membran basal dalam mengeluarkan inhibitors angiogenesis endogen, yaitu endostatin (ini yang paling dikenal)
  • Di sisi lain, banyak faktor pertumbuhan pro-angiogenik, seperti VEGF dan bFGF, dan kemokin disimpan dan diasingkan dalam matriks ekstraseluler. Fisiologis keseimbangan ini pro-dan anti-angiogenik faktor terganggu selama perkembangan kanker. Regulator negatif dan positif angiogenesis mengikat reseptor permukaan sel endotel yang berbeda, seperti integrin dan reseptor faktor pertumbuhan tertentu.
  • Protease yang diproduksi oleh berbagai sel dalam lingkungan mikro tumor yang sangat penting dalam mengatur saklar angiogenik, karena proteolisis memodulasi aktivitas molekul matriks ekstraseluler, faktor pertumbuhan dan kemokin selain memfasilitasi invasi sel dengan mematahkan hambatan fisik.

Referensi

Nyberg P, Salo T, Kalluri R. Tumor microenvironment and angiogenesis. Front Biosci. 2008 May 1;13:6537-53.

Inflamasi dan kanker: Hubungan panas

Pengantar Inflamasi

Inflamasi adalah reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cidera dan melibatkan banyak mediator. Inflamasi merupakan respon fisiologis terhadap berbagai rangsangan seperti infeksi dan cidera jaringan. Inflamasi dapat bersifat lokal, sistemik, akut, dan kronis yang menimbulkan kelainan patologis. Ciri inflamasi adalah pain, redness, swelling, dan kadang hilangnya fungsi organ tertentu. Continue reading “Inflamasi dan kanker: Hubungan panas”

Imunologi tumor

Fungsi sistem imun yaitu fungsi perlindungan, kaitannya dalam tumor ada 3 peran utama yaitu :

  1. melindungi tubuh dari perkembangan tumor yang diinduksi virus dengan meng-eliminasi atau menekan virus
  2. mengeliminasi patogen dan meredakan inflamasi secepatnya sehingga dapat mencegah terbentuknya inflamasi yang kondusif untuk perkembangan tumor
  3. mengidentifikasi secara spesifik dan mengeliminasi sel tumor berdasarkan ekspresi antigen atau molekul spesifik tumor yang terbentuk akibat perubahan sel yang menjadi ganas.

Peran sistem imun ini disebut immune surveilance.

Beberapa bukti keterlibatan sistem imun dalam eliminasi sel tumor:

  1. banyak tumor mengandung sel-sel infiltrasi mononuklear terdiri atas sel T, sel NK, dan makrofag
  2. tumor dapat mengalami regreasi secara spontan
  3. tumor lebih sering berkembang pada individu yang imunodefisien atau fungsi sistem imun tidak efektif
  4. tumor menyebabkan imunosupresi pada penderita

Penelitian-penelitian tentang peran sisem imun dalam onkologi akhir-akhir ini demikian luas, sehingga ruang lingkup imunologi tumor saat ini mencakup secara umum interaksi antar sistem imun dengan sel kanker, dan secara khusus mencakup:

  1. pengetahuan tentang respons imun spesifik terhadap tumor
  2. antigen pada permukaan tumor yang menginduksi respons imun
  3. mekanisme efektor untuk melawan tumor
  4. pendekatan imunologi untuk mendeteksi, diagnosis, dan pengobatan kanker.

Antigen pada permukaan tumor yang menginduksi respons imun

Sebelumnya muncul asumsi bahwa sel tumor mengekspresikan antigen tumor, namun tidak dapat membangkitkan sistem imun karena tidak menginduksi inflamasi (asumsi karena tumor bukanlah suatu patogen). Namun, asumsi ini tidak tervalidasi karena fakta sekarang adalah produk onkogen yang menjadi aktif, pada perkembangannya dapat menginisiasi respon inflamasi yang kuat. Beberapa contoh adalah:

  1. Studi in vivo pada model tikus tumor paru-paru, yang mengalami mutasi onkogen K-Ras, memproduksi kemokin yang membangkitkan sistem imun dan menyediakan lingkungan mikro yang cocok untuk tumorigenesis.
  2. Protein RET-PTC, produk fusi onkogen yang mampu mengaktifkan faktor transkripsi NF-κB yang mengatur imunoregulator sitokin pada perkembangan kanker tiroid. Protein RET-PTC meningkatkan produksi granulocyte–macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF) dan monocyte chemotactic protein 1 (MCP-1), selanjutnya membuat lingkungan mikro pro-inflamasi.
  3. Produk dari kematian sel seperti heat-shock protein dan  monosodium urat adalah substansi inflamasi pada lingkungan mikro tumor yang bisa memberikan sinyal berbahaya pada sistem imun.
  4. Antigen tumor MUC1, CEA dan NY-ESO juga telah diketahui mampu membangkitkan respon inflamasi dan memberikan sinyal berbahaya.

Gambar. Tiga cara self-antigen bisa menjadi tumor antigen. Peptida dari protein self normal (kuning, biru, hijau) dipresentasikan pada permukaan sel normal sebagai peptida self (kuning, biru, hijau) pada molekul MHC. Pada suatu kasus mutasi (panel A), kegagalan sel tumor untuk repair DNA damage dapat menghasilkan mutasi (merah) pada protein normal, selanjutnya presentasi peptida mutant (merah) pada permukaan sel tumor. Karena mutasi atau faktor yang meregulasi ekspresinya, suatu protein normal (hijau) dapat mengalami over-ekspresi pada sel tumor dan peptidanya dipresentasikan pada permukaan sel pada level yang tinggi (panel B). Pada kasus modifikasi post-translasi (panel C), protein normal bisa menjadi abnormal ketika proses splicing, glikosilasi, fosforilasi atau pemberian lipid (strip hijau), menghasilkan peptida abnormal pada permukann sel tumor.

Mekanisme efektor untuk melawan tumor

1. Limfosit T

Peptida dari produk gen yang termutasi atau terekspresi abnormal akan dihancurkan oleh proteasom menjadi potongan peptida, dan dengan molekul major histocompatibility complex (MHC) kelas I, potongan protein disajikan untuk sel limfosit T CD8+ (CTL) (Gambar . CTL merespon tumor dengan induksi cross-priming. Sel tumor atau antigen tumor diolah dan dipresentasikan kepada sel T oleh profesional APC (misal sel dendritik) (Gambar).

Gambar. Induksi respon sel T terhadap tumor. Sel limfosit T CD8+ (CTL) merespon tumor dengan induksi cross-priming. Sel tumor atau antigen tumor diolah dan dipresentasikan kepada sel T oleh profesional APC (misal sel dendritik). Pada beberapa kasus, kostimulator B7 diekspresikan oleh APC sehingga menyediakan sinyal kedua untuk diferensiasi sel T CD8+. APC juga menstimulasi sel T helper CD4+ yang memberikan sinyal kedua untuk perkembangan sel T. CTL yang telah berdiferensiasi akan membunuh sel tumor tidak memerlukan lagi kostimulator atau sel Th.

2. Sel dendritik

Sel dendritik adalah sel dengan spesialisasi menangkap antigen tumor, memproses, dan mempresentasikannya kepada sel T untuk menghasilkan respons imun anti-tumor. Sel DC memegang pearanan penting pada immune surveilance karena bisa mengaktifkan respons anti-tumor. Namun, ternyata sel DC pada penderita kanker secara fungsional mengalami kerusakan.

Gambar. Cara kerja dendritic  cells (DC) dalam merespon antigen tumor. DC akan menyajikan peptida dengan MHC I dan II dan menginduksi aktivasi CTL dan Th.

3. Sel NK

Sitotoksisitas alami yang diperankan oleh sel NK merupakan mekanisme efektor yang sangat penting dalam melawan tumor. Sel NK adalah sel efektor dengan sitotoksisitas spontan terhadap berbagai jenis sel target. Sel-sel efektor ini tidak memiliki sifat-sifat klasik dari makrofag, granulosit maupun CTL, dan sifat sitotoksisitasnya tidak bergantung pada MHC.

Sel NK dapat berperan baik dalam sistem imun nonspesifik maupun spesifik terhadap tumor, dapat diaktivasi langsung melalui pengenalan antigen tumor atau sebagai akibat aktivitas sitokin yang diproduksi oleh limfosit T spesifik tumor. Mekanisme lisis yang sama dengan mekanisme yang digunakan sel sel T CD8+ untuk membunuh sel, tetapi sel NK tidak mengekspresikan TCR dan mempunyai rentang spesifitas yang lebar.

Sel NK dapat membunuh sel terinfeksi virus dan sel-sel tumor tertentu, khususnya tumor hemopoetik in vitro. Sel NK tidak dapat melisiskan sel yang mengekspresikan MHC, tetapi sebaliknya sel tumor yang tidak mengekspresikan MHC yang biasanya lolos dari CTL, menjadi sasaran empuk sel NK. Sel NK dapat diarahkan untuk melisiskan sel yang dilapisi imunoglobulin karena sel NK mempunyai reseptor Fc (FcgIII atau CD16) untuk molekul IgG.

Di antara reseptor penting yang dimiliki oleh sel NK adalah reseptor NKG2D yang merupakan glikoprotein transmembran. Ligan NKG2D sering diekspresikan pada permukaan sel tumor yang menyebabkan sel tumor sensiitif untuk pembunuhan oleh sel NK. Hal ini membuktikan bahwa pengenalan sel tumor oleh sel-sel imun tidak selalu harus melibatkan MHC, tetapi dapat juga melalui ligan yang diekspresikan oleh sel tumor.

Kemampuan membunuh sel tumor ditingkatkan oleh sitokin termasuk IFN, TNF, IL-2 dan IL-12. Karena itu peran NK dalam aktivitas anti-tumor juga bergantung pada rangsangan yang terjadi secara bersamaan pada sel T dan makrofag yang memproduksi sitokin tersebut.

4. Sel iNKT (karaktristik lengkap baca di sini)

Sel iNKT adalah subset limfosit T yang menjembatani imunitas bawaan dan imunitas adaptif. Sel iNKT dapat memproduksi berbagai sitokin Th1 dan Th2, dan sitokin ini dapat mengaktivasi sel efektor baik sistem imun bawaan maupun adaptif. Interaksi antara sel iNKT dengan sel DC immature mengakibatkan sel DC mampu mempresentasikan antigen, yang memfasilitasi respons sel CD4+, CD8+, dan sel B. Selain itu produksi sitokin oleh iNKT dapat dirangsang tanpa bergantung pada pengikatan TCR. Karena sifat-sifat di atas, iNKT dianggap merupakan sel poten dalam respons imun terhadap kanker dan immune surveilance.

Suatu penelitian pada menceit membuktikan bahwa sel iNKT dapat mengendalikan pertumbuhan tumor dengan cara membatasi atau menghambat fungsi tumor associated macrophage (TAM) yang berperan dalam menunjang neo-angiogenesis dan pertumbuhan tumor.

5. Makrofag

Makrofag merupakan mediator seluler yang potensial dalam imunitas antitumor. Beberapa bukti yang mendukung hipotesis itu adalah:

  • makrofag dapat berakumulasi dalam jumlah besar dalam jaringan tumor
  • makrofag mempunyai kemampuan alami atau apabila diaktifkan untuk melisiskan sel target
  • penekanan fungsi makrofag dengan berbagai cara misalnya dengan memberikan silika, diasosikan dengan pengingkatan insiden tumor dan metastasis
  • transfer adoptif makrofag yang diaktifkan in vitro maupun in vivo menghambat penyebaran tumor
  • beberapa jenis karsinogen dapat menekan fungsi retikuloendotel
  • stimulasi makrofag dengan berbagai imunomodulator diasosiasikan dengan berkurangnya pertumbuhan tumor atau insidensi tumor

Mekanisme makrofag dalam membunuh tumor:

  • makrofag dapat melisiskan sel tumor, tidak pada sel normal (in vitro)
  • makrofag mengekspresikan reseptor Fc-gamma dan aktivitasnya dapat diarahkan kepada tumor yang dilapisi antibodi (ADCC , prosesnya mirip pada sel NK)
  • mekanisme pembunuhan bisa diasosikan pada pembunuhan mikroba yaitu melepas enzim lisosom, ROI, dan RNI.
  • makrofag teraktivasi, juga memproduksi TNF. TNF merusak sel tumor dengan efek toksik langsung atau secara tidak langsung dengan merusak pembuluh darah tumor (nekrosis). Sedangkan efek toksik langsung terjadi melalui pengikatan TNF pada reseptornya pada permukaan sel tumor dan menginduksi apoptosis.

Namun demikian, akhir-akhir in terbukti bahwa dalam interaksinya dengan sel-sel tuor, makrofag bermuka dua. Makrofag dapat menunjukkan fenotip yang bersifat anti-tumor yang diperankan oleh fenotip M1. Makrofag tipe M1  mampu menghasilkan sitokin pro-inflamasi (TNF-a, IL-1, IL-6, IL-12 atau IL-23 dalam jumlah banyak), mengekspresikan molekul MHC dalam kadar tinggi, memproduksi iNOS dan terlibat dalam pembunuhan sel tumor.

Tetapi fenotip lain yaitu M2, menekan respon inflamasi dengan memproduksi sitokin IL-4, IL-10, dan IL-13, menekan ekspresi MHC II, dan mempromosikan proliferasi sel tumor dengan memproduksi faktor pertumbuhan dan meningkatkan angiogenesis. Sebagain besar tumor asociated macrophage(TAM) merupkan fenotip M2.

6. Antibodi

Penderita kanker dapat memproduksi antibodi terhadap berbagai antigen tumor, misal antibodi terhadap EBV tumor yang disebabkan oleh EBV. Mekanisme kerja antibodi dalam eliminasi tumor melalui proses ADCC, di mana makrofag dan sel NK yang mengekspresikan reseptor Fc-gamma memperantarai pembunuhan atau melalui aktivasi komplemen.

Sel tumor menghindar dari respon imun

Walaupun diyakini bahwa sistem imun dapat memberikan respons terhadap pertumbuhan  tumor ganas, pada kenyataannya banyak tumor ganas tetap bisa tumbuh pada individu imunokompeten karena immune surveilance terhadap tumor ganas ini relatif tidak efektif. Penjelasan sederhana adalah mungkin kecepatan pertumbuhan dan penyebaran tumor ganas melebihi kemampuan sel efektor  respons imun untuk mencegah pertumbuhan itu. Jadi kegagalan immune surveilance merupakan kegagalan mekanisme efektor sistem imun host.

Respon imun sering gagal dalam mendeteksi adanya sel tumor. Kegagalan ini bisa karena sistem imun yang inaktif atau sel tumor berkembang untuk menghindari respon imun. Sel tumor menghindari diri dari respon imun dengan beberapa cara, di antaranya adalah:

  1. Tumor dapat memiliki imunogenitas yang rendah, beberapa tumor tidak memiliki peptida atau protein lain yang dapat ditampilkan oleh molekul MHC. Oleh karena itu sistem imun tidak melihat ada sesuatu yang abnormal.
  2. Sel tumor lain tidak memiliki molekul MHC dan kebanyakan tidak mengekspresikan protein ko-stimulator (molekul B7 atau CD80 dan CD86) yang dibutuhkan untuk dapat mengaktivasi sel T.
  3. Sel tumor dan stroma sekitar dapat memproduksi sitokin imunosupresive yang kuat dan faktor pertumbuhan (growth factor). Di antara sitokin tersebut yang sudah dikarakterisasi dengan baik adalah transforming growth factor-β (TGF-β) yang dapat menghambat aktivasi sel T, diferensiasi, dan proliferasi. TGF-β mendorong tumor untuk menghindar dari sistem imun, dan tingginya level plasma TGF-β menunjukkan prognosis yang buruk.
  4. Tumor mengekspresikan FasL yang menginduksi apoptosis limfosit yang menginfiltrasi jaringan.

Gambar . Mekanisme yang membuat sel tumor menghindar dari pertahanan tubuh. Imunuitas antitumor berkembang ketika sel T mengenali antigen tumor dan mereka lalu diaktifkan. Sel tumor mampu menghindar dari respon imun dengan menghilangkan ekspresi atau molekul MHC atau dengan memproduksi sitokin imunosupresif.

Tumor bisa menekan kekebalan baik secara sistemik dan dalam lingkungan mikro tumor. Selain memproduksi imunosupresif molekul seperti mengubah TGF-β dan ligan FasL, banyak tumor menghasilkan imunosupresif enzim indolamine-2,3-dioksigenase (IDO). Enzim ini dikenal karena perannya dalam toleransi maternal terhadap antigen dari fetus dan sebagai regulator dari autoimunitas yang memperantarai penghambatan aktivasi sel T. Stereoisomer dari 1-metil-triptofan menghambat IDO, dan jika diberikan pada tikus yang ditranspant tumor, mereka mengembalikan imunitas dan dengan demikian memungkinkan imunitas anti-tumor. Stereoisomer tersebut bisa memiliki peran dalam pengobatan kanker.

Menarik ya..

Referensi

Abbas, Lichtman Basic Immunology (2Ed , Elsevier, 2004)

Finn OJ, Cancer Immunology, N Engl J Med 2008; 358:2704-2715 June 19, 2008, DOI: 10.1056/NEJMra072739

Weiner LM, Cancer Immunotherapy — The Endgame Begins

Kresno SB, 2011, Ilmu Onkologi Dasar, BP FKUI, Jakarta

Dranoff G. Cytokines in cancer pathogenesis and cancer therapy. Nat Rev Cancer. 2004 Jan;4(1):11-22. Download